Kamis, 19/07/2012 05:55 WIB
Rina Yuliana - detikRamadan
Jakarta - Ketika melakukan perjalanan Isra Mikraj, Rasulullah saw mencium aroma yang sangat harum. Dia bertanya kepada malaikat Jibril dari mana aroma tersebut berasal. Jibril menjelaskan, aroma itu adalah aroma wanita yang bertugas menyisir rambut putri Firaun. Wanita itu dimasukkan ke dalam tungku besar yang telah dipanaskan karena tidak mau mengakui Firaun sebagai Tuhan.
Suatu hari sisir yang digunakan untuk menyisir rambut putri Firaun jatuh. Dengan spontan wanita itu mengucapkan Bismillah. Melihat tindakan sang wanita, Putri Firaun lalu berkata kepadanya '(maksudmu) Bapakku'.
Kemudian wanita itu menjawab, "Bukan, Tuhanku dan Tuhan bapakmu adalah Allah."
Mendengar jawaban itu, putri Firaun mengancam akan melaporkan ke ayahnya. Wanita itu tidak takut hingga suatu hari dia dipanggil menghadap Firaun. Raja yang menganggap dirinya Tuhan ini bertanya apakah wanita itu mempunyai Tuhan selain Firaun. Dengan tegas wanita itu berkata bahwa Tuhannya adalah Allah.
Firaun memerintahkan pasukannya untuk menyiapkan sebuah tungku besar. Tungku itu dipanaskan kemudian memerintahkan wanita itu beserta anak-anaknya dilempar ke dalamnya.
Sebelum dilempar, wanita itu meminta kepada Firaun agar tulang-tulangnya dan tulang anak-anaknya dikumpulkan menjadi satu. Selanjutnya, anak-anaknya dilempar satu demi satu hingga tiba giliran bayinya yang masih menyusu.
Wanita itu merasa ragu-ragu, tetapi bayinya justru berkata, "Wahai ibuku, masuklah karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab akhirat." Kemudian dimasukanlah mereka ke dalam tungku yang sangat panas itu.
Keimanan yang begitu besar kepada Allah menyebabkan mereka lebih memilih mendapat siksaan dunia. Allah menjadikan aroma tubuh mereka yang terbakar menjadi sangat harum di langit. Subhanallah!
(Dikutip dari situs www.alislamu.com)
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com- http://ramadan.detik.com/read/2012/07/19/055552/1969056/630/harumnya-wanita-penyisir-rambut-putri-firaun
Kamis, 26 Juli 2012
3 'Kebohongan' Nabi Ibrahim AS
Minggu, 22/07/2012 12:05 WIB
Hasan Fauzi - detikRamadan
Jakarta - Selama masa hidupnya, Nabi Ibrahim AS melakukan tiga 'kebohongan'.
'Kebohongan' pertama
Orang-orang kafir Babilonia memiliki hari besar yang mereka rayakan tiap tahun di alun-alun kota. Ketika hari raya itu tiba, Nabi Ibrahim AS diajak oleh ayahnya untuk menyaksikannya. Namun, ia tidak mau mengikutinya dengan alasan sakit, seperti dalam firman Allah SWT pada Alquran surat Ash-Shaaffaat 88-89, “Lalu dia memandang sekilas ke bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit’.”
Nabi Ibrahim AS membuat alasan itu untuk melancarkan rencananya menghancurkan berhala-berhala yang akan ditinggalkan saat semua orang menghadiri perayaan besar tersebut. Nabi Ibrahim AS kemudian menghancurkan semua berhala dengan kapak, kecuali berhala yang terbesar. Dia kemudian meletakkan kapak di tangan berhala terbesar tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, ayah Nabi Ibrahim AS merupakan pembuat berhala.
'Kebohongan' kedua
Setelah Nabi Ibrahim AS menghancurkan semua berhala, kecuali yang terbesar, dan meletakkan kapak di tangan kanan berhala terbesar itu, masyarakat yang baru kembali dari perayaan kaget melihat sesembahan mereka hancur. “Mereka berkata, ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zhalim." (QS Al-Anbiyaa:59)
Kemudian di antara mereka ada yang berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim." (QS Al-Anbiyaa:60)
Menurut Ibnu Mas'ud, mereka yang menunjuk bahwa Nabi Ibrahim AS pelakunya adalah mereka yang pernah mendengar Nabi Ibrahim berkata, “Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” (QS Al-Anbiyaa:57).
Nabi Ibrahim AS kemudian dibawa dan “disidang”. Setelah berkumpul, “Mereka bertanya, ‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?’ Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya patung besar itu yang melakukannya." (QS Al-Anbiyaa:62-63)
Nabi Ibrahim AS berkata seperti itu agar mereka segera menjawab bahwa patung-patung itu tidak dapat berbicara, hingga akhirnya mereka mengakui bahwa patung-patung itu hanyalah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa.
'Kebohongan' ketiga
Pada suatu hari Nabi Ibrahim AS bersama istrinya, Sarah, datang ke suatu tempat yang dikuasai seorang Firaun zhalim, untuk menetap sementara di sana. Firaun itu diberitahu oleh ajudannya bahwa ada seorang lelaki yang tinggal bersama wanita yang sangat cantik jelita. Firaun tersebut mengutus utusannya untuk menemui Ibrahim. Sang utusan bertanya, “Siapakah wanita yang tinggal bersamamu?”. Nabi Ibrahim AS menjawab, “Dia adalah adikku.”. Lalu Nabi Ibrahim AS mendatangi Sarah dan berkata, “Wahai Sarah, di muka Bumi ini tidak ada orang yang beriman kecuali aku dan kamu. Dan di depan sana ada seseorang yang datang dan bertanya kepadaku tentang dirimu, maka aku katakan padanya bahwa kamu adalah adikku. Oleh karena itu, janganlah kamu katakan yang lain selain yang aku katakan.”
Maksud ucapan Nabi Ibrahim ‘AS yang mengatakan bahwa Sarah adalah adiknya adalah “saudara seagama” (ukhtun fid-diin). Sedangkan maksud “di muka Bumi ini tidak ada orang yang beriman kecuali aku dan kamu” adalah tidak ada pasangan mukmin lain selain aku dan kamu. Alasannya adalah, karena Nabi Luth AS pada saat itu juga beriman, sama seperti mereka. Nabi Luth AS adalah keponakan Nabi Ibrahim AS.
Menurut sejarawan, Firaun dalam kisah tersebut merupakan saudara dari Adh-Dhahhak, Firaun yang sangat terkenal kezhalimannya. Firaun tersebut bernama Sinan bin Ulwan bin Ubaid bin Auj bin Imlaq bin Lawaz bin Sam bin Nuh. Sedangkan riwayat Ibnu Hisyam dalam kitab “At-Tijan” menyebutkan, firaun tersebut adalah Amru bin Umrul Qais bin Mailepon bin Saba.
(rmd/rmd)
Sumber: buku Qashash Al-Anbiyaa’, 2002, karya Ibnu Katsir
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/22/120520/1971547/630/3-kebohongan-nabi-ibrahim-as
Hasan Fauzi - detikRamadan
Jakarta - Selama masa hidupnya, Nabi Ibrahim AS melakukan tiga 'kebohongan'.
'Kebohongan' pertama
Orang-orang kafir Babilonia memiliki hari besar yang mereka rayakan tiap tahun di alun-alun kota. Ketika hari raya itu tiba, Nabi Ibrahim AS diajak oleh ayahnya untuk menyaksikannya. Namun, ia tidak mau mengikutinya dengan alasan sakit, seperti dalam firman Allah SWT pada Alquran surat Ash-Shaaffaat 88-89, “Lalu dia memandang sekilas ke bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit’.”
Nabi Ibrahim AS membuat alasan itu untuk melancarkan rencananya menghancurkan berhala-berhala yang akan ditinggalkan saat semua orang menghadiri perayaan besar tersebut. Nabi Ibrahim AS kemudian menghancurkan semua berhala dengan kapak, kecuali berhala yang terbesar. Dia kemudian meletakkan kapak di tangan berhala terbesar tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, ayah Nabi Ibrahim AS merupakan pembuat berhala.
'Kebohongan' kedua
Setelah Nabi Ibrahim AS menghancurkan semua berhala, kecuali yang terbesar, dan meletakkan kapak di tangan kanan berhala terbesar itu, masyarakat yang baru kembali dari perayaan kaget melihat sesembahan mereka hancur. “Mereka berkata, ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zhalim." (QS Al-Anbiyaa:59)
Kemudian di antara mereka ada yang berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim." (QS Al-Anbiyaa:60)
Menurut Ibnu Mas'ud, mereka yang menunjuk bahwa Nabi Ibrahim AS pelakunya adalah mereka yang pernah mendengar Nabi Ibrahim berkata, “Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” (QS Al-Anbiyaa:57).
Nabi Ibrahim AS kemudian dibawa dan “disidang”. Setelah berkumpul, “Mereka bertanya, ‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?’ Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya patung besar itu yang melakukannya." (QS Al-Anbiyaa:62-63)
Nabi Ibrahim AS berkata seperti itu agar mereka segera menjawab bahwa patung-patung itu tidak dapat berbicara, hingga akhirnya mereka mengakui bahwa patung-patung itu hanyalah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa.
'Kebohongan' ketiga
Pada suatu hari Nabi Ibrahim AS bersama istrinya, Sarah, datang ke suatu tempat yang dikuasai seorang Firaun zhalim, untuk menetap sementara di sana. Firaun itu diberitahu oleh ajudannya bahwa ada seorang lelaki yang tinggal bersama wanita yang sangat cantik jelita. Firaun tersebut mengutus utusannya untuk menemui Ibrahim. Sang utusan bertanya, “Siapakah wanita yang tinggal bersamamu?”. Nabi Ibrahim AS menjawab, “Dia adalah adikku.”. Lalu Nabi Ibrahim AS mendatangi Sarah dan berkata, “Wahai Sarah, di muka Bumi ini tidak ada orang yang beriman kecuali aku dan kamu. Dan di depan sana ada seseorang yang datang dan bertanya kepadaku tentang dirimu, maka aku katakan padanya bahwa kamu adalah adikku. Oleh karena itu, janganlah kamu katakan yang lain selain yang aku katakan.”
Maksud ucapan Nabi Ibrahim ‘AS yang mengatakan bahwa Sarah adalah adiknya adalah “saudara seagama” (ukhtun fid-diin). Sedangkan maksud “di muka Bumi ini tidak ada orang yang beriman kecuali aku dan kamu” adalah tidak ada pasangan mukmin lain selain aku dan kamu. Alasannya adalah, karena Nabi Luth AS pada saat itu juga beriman, sama seperti mereka. Nabi Luth AS adalah keponakan Nabi Ibrahim AS.
Menurut sejarawan, Firaun dalam kisah tersebut merupakan saudara dari Adh-Dhahhak, Firaun yang sangat terkenal kezhalimannya. Firaun tersebut bernama Sinan bin Ulwan bin Ubaid bin Auj bin Imlaq bin Lawaz bin Sam bin Nuh. Sedangkan riwayat Ibnu Hisyam dalam kitab “At-Tijan” menyebutkan, firaun tersebut adalah Amru bin Umrul Qais bin Mailepon bin Saba.
(rmd/rmd)
Sumber: buku Qashash Al-Anbiyaa’, 2002, karya Ibnu Katsir
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/22/120520/1971547/630/3-kebohongan-nabi-ibrahim-as
Selasa, 24 Juli 2012
Taubatnya Si Wanita Penggoda
Selasa, 17/07/2012 19:11 WIB
Rina Yuliana - detikRamadan
Jakarta - Ar-Rabi' bin Khaitsam adalah orang yang berpegang teguh pada keimanannya. Hal ini tercermin dalam perilaku dan amal ibadah yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Keteguhan terhadap prinsipnya itu telah membuat banyak orang merasa penasaran padanya. Sekelompok orang lalu berencana mengujinya.
Suatu hari sekelompok orang itu mendatangi seorang perempuan cantik. Mereka lalu berkata padanya, "Hai perempuan cantik, apa kamu mau uang seribu dirham?" Perempuan itu menjawab, "Tentu saja mau, apa yang harus kulakukan?".
"Kami akan memberimu tugas untuk menggoda Ar-Rabi' bin Khaitsam. Jika berhasil maka uang itu akan menjadi milikmu," kata sekelompok orang itu.
"Baiklah, aku akan melakukannya" jawab perempuan itu. Perempuan cantik itu segera berdandan. Ia memakai pakaian terbaiknya dan memoles wajahnya agar terlihat cantik. Lalu ia memakai minyak wangi.
Tak lama kemudian, ia mencegat Ar-Rabi' bin Khaitsam yang baru keluar dari masjid. Perempuan itu mulai merayu Ar'Rabi' bin Khaitsam. Ar-Rabi' seketika sangat terkejut. Ia lalu berkata pada perempuan itu, "Kenapa kamu menggodaku? Tidak takutkah kau kepada Allah? Bagaimana jika wajahmu yang cantik diubah menjadi buruk oleh Allah? Jawaban apa yang kamu berikan jika malaikat Munkar dan Nakir bertanya padamu?"
Mendengar perkataan Ar'rabi', tiba-tiba tubuh perempuan cantik itu gemetar. Wajahnya pusat pasi. Langkahnya terhenti seketika, ia merasakan ketakutan hingga jatuh pingsan. Setelah sadar, perempuan itu bertaubat. Sejak saat itulah ia bertekat untuk menghabisakan sisa umurnya untuk menebus segala kesalahannya. Ia memperbanyak amal shaleh hingga akhirnya ia meninggal.
(rmd/rmd)
Sumber : Buku 365 Kisah Teladan Islam
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/17/191117/1967772/630/taubatnya-si-wanita-penggoda
Rina Yuliana - detikRamadan
Jakarta - Ar-Rabi' bin Khaitsam adalah orang yang berpegang teguh pada keimanannya. Hal ini tercermin dalam perilaku dan amal ibadah yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Keteguhan terhadap prinsipnya itu telah membuat banyak orang merasa penasaran padanya. Sekelompok orang lalu berencana mengujinya.
Suatu hari sekelompok orang itu mendatangi seorang perempuan cantik. Mereka lalu berkata padanya, "Hai perempuan cantik, apa kamu mau uang seribu dirham?" Perempuan itu menjawab, "Tentu saja mau, apa yang harus kulakukan?".
"Kami akan memberimu tugas untuk menggoda Ar-Rabi' bin Khaitsam. Jika berhasil maka uang itu akan menjadi milikmu," kata sekelompok orang itu.
"Baiklah, aku akan melakukannya" jawab perempuan itu. Perempuan cantik itu segera berdandan. Ia memakai pakaian terbaiknya dan memoles wajahnya agar terlihat cantik. Lalu ia memakai minyak wangi.
Tak lama kemudian, ia mencegat Ar-Rabi' bin Khaitsam yang baru keluar dari masjid. Perempuan itu mulai merayu Ar'Rabi' bin Khaitsam. Ar-Rabi' seketika sangat terkejut. Ia lalu berkata pada perempuan itu, "Kenapa kamu menggodaku? Tidak takutkah kau kepada Allah? Bagaimana jika wajahmu yang cantik diubah menjadi buruk oleh Allah? Jawaban apa yang kamu berikan jika malaikat Munkar dan Nakir bertanya padamu?"
Mendengar perkataan Ar'rabi', tiba-tiba tubuh perempuan cantik itu gemetar. Wajahnya pusat pasi. Langkahnya terhenti seketika, ia merasakan ketakutan hingga jatuh pingsan. Setelah sadar, perempuan itu bertaubat. Sejak saat itulah ia bertekat untuk menghabisakan sisa umurnya untuk menebus segala kesalahannya. Ia memperbanyak amal shaleh hingga akhirnya ia meninggal.
(rmd/rmd)
Sumber : Buku 365 Kisah Teladan Islam
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/17/191117/1967772/630/taubatnya-si-wanita-penggoda
Hakim Cerdik, Iyas Bin Muawiyah
Kamis, 19/07/2012 16:23 WIB
Abdul Rochim - detikRamadan
Jakarta - Iyas bin Muawiyah adalah sosok hakim yang sangat cerdas, adil, bijak dan lihai. Kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan, terutama sengketa perdata, sangat cerdik, tepat dan akurat.
Suatu ketika, ada dua orang yang sedang bersengketa. Kedua-duanya adalah pengusaha. Pihak pelapor mengatakan, "Pak Hakim, saya pernah menitipkan uang kepada kawan saya ini. Sayang, waktu saya meminta uang titipan saya, ia mengingkari. Ia tidak mengaku bahwa saya pernah menitipkan sesuatu kepadanya. Bagaimana ini?"
"Tidak benar, Pak Hakim." bantah lelaki ke dua. "Ia sama sekali tidak pernah menitipkan sesuatu kepada saya. "Seandainya ia memiliki bukti, silakan ia menghadirkan bukti itu. Sedangkan saya, dalam urusan ini, tidak ada yang harus saya lakukan kecuali bersumpah tidak menerima itu."
"Saudaraku," ucap Iyas kepada orang yang mengajukan tuduhan, "dimana Anda berikan uang tersebut kepadanya?"
Lelaki itu pun menjelaskan kepada Iyas lokasi dirinya menyerahkan uang.
"Adakah sesuatu di tempat tersebut?", tanya Iyas.
"Ya, di sana ada sebatang pohon besar. Waktu itu, kita duduk-duduk di sana. Kita makan-makan di bawah pohon itu. Begitu saya akan beranjak pergi, saya menitipkan uang padanya," terang si lelaki pertama itu.
"Apakah Anda tahu tempat itu?" tanya Iyas kepada pihak tertuntut.
"Wah, saya tidak tahu tempat itu, Pak Hakim!" ucap si lelaki kedua.
"Baiklah kalau begitu, sekarang Anda coba pergi ke sana. Barangkali Anda lupa, sehingga bila Anda pergi ke sana, Anda akan mengingat kembali tempat Anda menaruh uang dan apa yang Anda lakukan waktu itu," ujar Iyas.
Seketika itu, lelaki pertama berangkat menuju lokasi dirinya menyerahkan uang kepada temannya itu. Perasaannya gundah. Ia setengah tidak terima dengan keputusan hakim itu. Di sisi lain, orang yang tertuduh itu merasa senang. Ia yakin dirinya akan mendapatkan keputusan tidak bersalah.
"Saudaraku, Anda silakan tunggu disini. Kita tunggu kawan kita ini datang kembali. Barangkali ia datang membawa uang tersebut, dengan begitu kamu bisa bebas," kata Iyas kepada lelaki tertuduh.
Setelah itu Iyas melanjutkan sidang yang lainnya. Ia terus mengadili satu perkara demi perkara yang lain. Sesekali ia melirik orang yang dipersilakan menunggu tadi.
"Menurutmu, dia sudah sampai ke pohon tempat Anda menerima uang itu?" tanya Iyas tiba-tiba kepada yang dituduh itu.
"Belum. Pasti belum. Jaraknya sangat jauh," jawab si lelaki kedua.
"Hei, ini artinya Anda berbohong. Anda katakan tidak tahu (tempatnya), tapi ternyata tahu. Ini artinya, kamu benar-benar melakukan penggelapan uang itu!" bentak Iyas tiba-tiba.
Seketika itu keringat dingin membasahi tubuh lelaki tertuduh. Ia tidak bisa berkilah. Semua telah terbuka. "Maafkan saya, Pak!” katanya memelas, "Saya memang melakukannya,"
Waktu yang dinanti telah tiba. Lelaki yang mengajukan tuntutan itu telah kembali. "Bagaimana saudaraku, sudah ketemu?" tanya Iyas.
"Saya sudah mencari-carinya. Juga mengingat-ngingatnya. Tidak ada yang saya ingat melainkan saya telah menyerahkan kepala lelaki ini,"jawab lelaki itu. Ia terlihat begitu kelelahan.
"Tenang saudaraku, semua sudah beres. Ia telah mengaku kalau ia yang menggelapkan hartamu," tutur Iyas.
Akhirnya, pihak penuntut itu bisa mendapatkan kembali uangnya. Sementara kawannya, harus menerima resiko kecerobohannya. Ia menerima hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/19/162313/1969754/630/hakim-cerdik-iyas-bin-muawiyah
Abdul Rochim - detikRamadan
Jakarta - Iyas bin Muawiyah adalah sosok hakim yang sangat cerdas, adil, bijak dan lihai. Kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan, terutama sengketa perdata, sangat cerdik, tepat dan akurat.
Suatu ketika, ada dua orang yang sedang bersengketa. Kedua-duanya adalah pengusaha. Pihak pelapor mengatakan, "Pak Hakim, saya pernah menitipkan uang kepada kawan saya ini. Sayang, waktu saya meminta uang titipan saya, ia mengingkari. Ia tidak mengaku bahwa saya pernah menitipkan sesuatu kepadanya. Bagaimana ini?"
"Tidak benar, Pak Hakim." bantah lelaki ke dua. "Ia sama sekali tidak pernah menitipkan sesuatu kepada saya. "Seandainya ia memiliki bukti, silakan ia menghadirkan bukti itu. Sedangkan saya, dalam urusan ini, tidak ada yang harus saya lakukan kecuali bersumpah tidak menerima itu."
"Saudaraku," ucap Iyas kepada orang yang mengajukan tuduhan, "dimana Anda berikan uang tersebut kepadanya?"
Lelaki itu pun menjelaskan kepada Iyas lokasi dirinya menyerahkan uang.
"Adakah sesuatu di tempat tersebut?", tanya Iyas.
"Ya, di sana ada sebatang pohon besar. Waktu itu, kita duduk-duduk di sana. Kita makan-makan di bawah pohon itu. Begitu saya akan beranjak pergi, saya menitipkan uang padanya," terang si lelaki pertama itu.
"Apakah Anda tahu tempat itu?" tanya Iyas kepada pihak tertuntut.
"Wah, saya tidak tahu tempat itu, Pak Hakim!" ucap si lelaki kedua.
"Baiklah kalau begitu, sekarang Anda coba pergi ke sana. Barangkali Anda lupa, sehingga bila Anda pergi ke sana, Anda akan mengingat kembali tempat Anda menaruh uang dan apa yang Anda lakukan waktu itu," ujar Iyas.
Seketika itu, lelaki pertama berangkat menuju lokasi dirinya menyerahkan uang kepada temannya itu. Perasaannya gundah. Ia setengah tidak terima dengan keputusan hakim itu. Di sisi lain, orang yang tertuduh itu merasa senang. Ia yakin dirinya akan mendapatkan keputusan tidak bersalah.
"Saudaraku, Anda silakan tunggu disini. Kita tunggu kawan kita ini datang kembali. Barangkali ia datang membawa uang tersebut, dengan begitu kamu bisa bebas," kata Iyas kepada lelaki tertuduh.
Setelah itu Iyas melanjutkan sidang yang lainnya. Ia terus mengadili satu perkara demi perkara yang lain. Sesekali ia melirik orang yang dipersilakan menunggu tadi.
"Menurutmu, dia sudah sampai ke pohon tempat Anda menerima uang itu?" tanya Iyas tiba-tiba kepada yang dituduh itu.
"Belum. Pasti belum. Jaraknya sangat jauh," jawab si lelaki kedua.
"Hei, ini artinya Anda berbohong. Anda katakan tidak tahu (tempatnya), tapi ternyata tahu. Ini artinya, kamu benar-benar melakukan penggelapan uang itu!" bentak Iyas tiba-tiba.
Seketika itu keringat dingin membasahi tubuh lelaki tertuduh. Ia tidak bisa berkilah. Semua telah terbuka. "Maafkan saya, Pak!” katanya memelas, "Saya memang melakukannya,"
Waktu yang dinanti telah tiba. Lelaki yang mengajukan tuntutan itu telah kembali. "Bagaimana saudaraku, sudah ketemu?" tanya Iyas.
"Saya sudah mencari-carinya. Juga mengingat-ngingatnya. Tidak ada yang saya ingat melainkan saya telah menyerahkan kepala lelaki ini,"jawab lelaki itu. Ia terlihat begitu kelelahan.
"Tenang saudaraku, semua sudah beres. Ia telah mengaku kalau ia yang menggelapkan hartamu," tutur Iyas.
Akhirnya, pihak penuntut itu bisa mendapatkan kembali uangnya. Sementara kawannya, harus menerima resiko kecerobohannya. Ia menerima hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/19/162313/1969754/630/hakim-cerdik-iyas-bin-muawiyah
Ketika Abu Nawas Berdoa Minta Jodoh
Senin, 23/07/2012 07:22 WIB
Rina Yuliana - detikRamadan
Jakarta - Ada saja cara Abu Nawas berdoa agar dirinya mendapatkan jodoh dan menikah. Karena kecerdasan dan semangat dalam dirinya, akhirnya Abu Nawas mendapatkan istri yang cantik dan shalihah.
Sehebat apapun kecerdasan Abu Nawas, ia tetaplah manusia biasa. Kala masih bujangan, seperti pemuda lainnya, ia juga ingin segera mendapatkan jodoh lalu menikah dan memiliki sebuah keluarga.
Pada suatu ketika ia sangat tergila-gila pada seorang wanita. Wanita itu sungguh cantik, pintar serta termasuk wanita yang ahli ibadah. Abu Nawas berkeinginan untuk memperistri wanita salihah itu. Karena cintanya begitu membara, ia pun berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT.
"Ya Allah, jika memang gadis itu baik untuk saya, dekatkanlah kepadaku. Tetapi jika memang menurutmu ia tidak baik buatku, tolong Ya Allah, sekali lagi tolong pertimbangkan lagi ya Allah," ucap doanya dengan menyebut nama gadis itu dan terkesan memaksa kehendak Allah.
Abu Nawas melakukan doa itu setiap selesai shalat lima waktu. Selama berbulan-bulan ia menunggu tanda-tanda dikabulkan doanya. Berjalan lebih 3 bulan, Abu Nawas merasa doanya tak dikabulkan Allah. Ia pun introspeksi diri.
"Mungkin Allah tak mengabulkan doaku karena aku kurang pasrah atas pilihan jodohku," katanya dalam hati.
Kemudian Abu Nawas pun bermunajat lagi. Tapi kali ini ganti strategi, doa itu tidak diembel-embeli spesifik pakai nama si gadis, apalagi berani "maksa" kepada Allah seperti doa sebelumnya.
"Ya Allah berikanlah istri yang terbaik untukku," begitu bunyi doanya.
Berbulan-bulan ia terus memohon kepada Allah, namun Allah tak juga mendekatkan Abu Nawas dengan gadis pujaannya. Bahkan Allah juga tidak mempertemukan Abu Nawas dengan wanita yang mau diperistri. Lama-lama ia mulai khawatir juga. Takut menjadi bujangan tua yang lapuk dimakan usia. Ia pun memutar otak lagi bagaimana caranya berdoa dan bisa cepat terkabul.
Abu Nawas memang cerdas. Tak kehabisan akal, ia pun merasa perlu sedikit "diplomatis" dengan Allah. Ia pun mengubah doanya.
"Ya Allah, kini aku tidak minta lagi untuk diriku. Aku hanya minta wanita sebagai menantu Ibuku yang sudah tua dan sangat aku cintai Ya Allah. Sekali lagi bukan untukku Ya Tuhan. Maka, berikanlah ia menantu," begitu doa Abu Nawas.
Barangkali karena keikhlasan dan "keluguan" Abu Nawas tersebut, Allah pun menjawab doanya.
Akhirnya Allah menakdirkan wanita cantik dan salihah itu menjadi istri Abu Nawas. Abu Nawas bersyukur sekali bisa mempersunting gadis pujaannya. Keluarganya pun berjalan mawaddah warahmah.
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/23/072255/1971835/630/ketika-abu-nawas-berdoa-minta-jodoh
Rina Yuliana - detikRamadan
Jakarta - Ada saja cara Abu Nawas berdoa agar dirinya mendapatkan jodoh dan menikah. Karena kecerdasan dan semangat dalam dirinya, akhirnya Abu Nawas mendapatkan istri yang cantik dan shalihah.
Sehebat apapun kecerdasan Abu Nawas, ia tetaplah manusia biasa. Kala masih bujangan, seperti pemuda lainnya, ia juga ingin segera mendapatkan jodoh lalu menikah dan memiliki sebuah keluarga.
Pada suatu ketika ia sangat tergila-gila pada seorang wanita. Wanita itu sungguh cantik, pintar serta termasuk wanita yang ahli ibadah. Abu Nawas berkeinginan untuk memperistri wanita salihah itu. Karena cintanya begitu membara, ia pun berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT.
"Ya Allah, jika memang gadis itu baik untuk saya, dekatkanlah kepadaku. Tetapi jika memang menurutmu ia tidak baik buatku, tolong Ya Allah, sekali lagi tolong pertimbangkan lagi ya Allah," ucap doanya dengan menyebut nama gadis itu dan terkesan memaksa kehendak Allah.
Abu Nawas melakukan doa itu setiap selesai shalat lima waktu. Selama berbulan-bulan ia menunggu tanda-tanda dikabulkan doanya. Berjalan lebih 3 bulan, Abu Nawas merasa doanya tak dikabulkan Allah. Ia pun introspeksi diri.
"Mungkin Allah tak mengabulkan doaku karena aku kurang pasrah atas pilihan jodohku," katanya dalam hati.
Kemudian Abu Nawas pun bermunajat lagi. Tapi kali ini ganti strategi, doa itu tidak diembel-embeli spesifik pakai nama si gadis, apalagi berani "maksa" kepada Allah seperti doa sebelumnya.
"Ya Allah berikanlah istri yang terbaik untukku," begitu bunyi doanya.
Berbulan-bulan ia terus memohon kepada Allah, namun Allah tak juga mendekatkan Abu Nawas dengan gadis pujaannya. Bahkan Allah juga tidak mempertemukan Abu Nawas dengan wanita yang mau diperistri. Lama-lama ia mulai khawatir juga. Takut menjadi bujangan tua yang lapuk dimakan usia. Ia pun memutar otak lagi bagaimana caranya berdoa dan bisa cepat terkabul.
Abu Nawas memang cerdas. Tak kehabisan akal, ia pun merasa perlu sedikit "diplomatis" dengan Allah. Ia pun mengubah doanya.
"Ya Allah, kini aku tidak minta lagi untuk diriku. Aku hanya minta wanita sebagai menantu Ibuku yang sudah tua dan sangat aku cintai Ya Allah. Sekali lagi bukan untukku Ya Tuhan. Maka, berikanlah ia menantu," begitu doa Abu Nawas.
Barangkali karena keikhlasan dan "keluguan" Abu Nawas tersebut, Allah pun menjawab doanya.
Akhirnya Allah menakdirkan wanita cantik dan salihah itu menjadi istri Abu Nawas. Abu Nawas bersyukur sekali bisa mempersunting gadis pujaannya. Keluarganya pun berjalan mawaddah warahmah.
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/23/072255/1971835/630/ketika-abu-nawas-berdoa-minta-jodoh
Abu Nawas & Rumah yang Sempit
Selasa, 24/07/2012 07:26 WIB
Ramdhan Muhaimin - detikRamadan
Jakarta - Dikisahkan, hiduplah seorang laki-laki yang tinggal di sebuah rumah yang luas. Ia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Suatu saat laki-laki itu merasa rumahnya semakin sempit. Dia mempunyai keinginan untuk memperluas rumahnya tetapi enggan untuk mengeluarkan biaya.
Setelah berpikir, pergilah dia ke rumah Abu Nawas, si cerdik yang sangat tersohor di negeri Islam saat itu. Laki-laki itu meminta saran dari Abu Nawas bagaimana cara memperluas rumah tanpa harus mengeluarkan biaya.
Mendengar kisahnya, Abu Nawas menyuruh laki-laki itu untuk membeli sepasang ayam jantan dan betina kemudian kandangnya ditaruh di dalam rumah. Laki-laki itu merasa aneh dengan saran Abu Nawas, tetapi tanpa berpikir panjang dia pergi ke pasar dan membelinya.
Hari berikutnya dia datang kembali ke rumah Abu Nawas. Dia mengeluh rumahnya semakin sempit dan bau karena ayam-ayam yang dibelinya. Mendengar cerita itu, Abu Nawas hanya tersenyum dan menyuruh menambahkan sepasang bebek yang kandangnya juga ditaruh di dalam rumah. Dia bertambah heran, tetapi dia tetap menuruti nasehat Abu Nawas.
3 Hari berlalu, datanglah dia ke rumah Abu Nawas lagi. Dia bercerita kalau rumahnya semakin semrawut semenjak kehadiran bebek. Abu Nawas justru menyuruhnya untuk menambahkan kambing yang kandangnya juga ditaruh dalam rumah.
Hari berikutnya laki-laki itu kembali datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki itu menceritakan bahwa istrinya marah sepanjang hari, anak-anaknya menangis, hewan-hewan berkotek dan mengembik, ditambah hewan-hewan itu juga mengeluarkan bau tak sedap. Abu Nawas hanya tersenyum mendengarnya. Kemudian Abu Nawas menyuruhnya untuk menjual hewan-hewan itu satu persatu mulai dari ayam yang dijual terlebih dahulu, bebek, kemudian yang terakhir kambing.
Datanglah lelaki itu ke rumah Abu Nawas setelah selesai menjual kambingnya.
Abu Nawas:"Kulihat wajahmu cerah hai fulan, bagaimana kondisi rumahmu saat ini?"
Si lelaki:"Alhamdulillah ya abu, sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah tidak ada. Kini istriku sudah tidak marah-marah lagi, anak-anakku juga sudah tidak rewel."
Abu Nawas: "(sambil tersenyum) Nah nah, kau lihat kan, sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah bangunanmu. Sesungguhnya rumahmu itu cukup luas, hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu. Mulai sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu. Sekarang pulanglah kamu, dan atur rumah tanggamu, dan banyak-banyaklah bersyukur atas apa yang dirizkikan Tuhan padamu, dan jangan banyak mengeluh."
*Berbagai sumber
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/24/072658/1972947/630/abu-nawas-rumah-yang-sempit
Ramdhan Muhaimin - detikRamadan
Jakarta - Dikisahkan, hiduplah seorang laki-laki yang tinggal di sebuah rumah yang luas. Ia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Suatu saat laki-laki itu merasa rumahnya semakin sempit. Dia mempunyai keinginan untuk memperluas rumahnya tetapi enggan untuk mengeluarkan biaya.
Setelah berpikir, pergilah dia ke rumah Abu Nawas, si cerdik yang sangat tersohor di negeri Islam saat itu. Laki-laki itu meminta saran dari Abu Nawas bagaimana cara memperluas rumah tanpa harus mengeluarkan biaya.
Mendengar kisahnya, Abu Nawas menyuruh laki-laki itu untuk membeli sepasang ayam jantan dan betina kemudian kandangnya ditaruh di dalam rumah. Laki-laki itu merasa aneh dengan saran Abu Nawas, tetapi tanpa berpikir panjang dia pergi ke pasar dan membelinya.
Hari berikutnya dia datang kembali ke rumah Abu Nawas. Dia mengeluh rumahnya semakin sempit dan bau karena ayam-ayam yang dibelinya. Mendengar cerita itu, Abu Nawas hanya tersenyum dan menyuruh menambahkan sepasang bebek yang kandangnya juga ditaruh di dalam rumah. Dia bertambah heran, tetapi dia tetap menuruti nasehat Abu Nawas.
3 Hari berlalu, datanglah dia ke rumah Abu Nawas lagi. Dia bercerita kalau rumahnya semakin semrawut semenjak kehadiran bebek. Abu Nawas justru menyuruhnya untuk menambahkan kambing yang kandangnya juga ditaruh dalam rumah.
Hari berikutnya laki-laki itu kembali datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki itu menceritakan bahwa istrinya marah sepanjang hari, anak-anaknya menangis, hewan-hewan berkotek dan mengembik, ditambah hewan-hewan itu juga mengeluarkan bau tak sedap. Abu Nawas hanya tersenyum mendengarnya. Kemudian Abu Nawas menyuruhnya untuk menjual hewan-hewan itu satu persatu mulai dari ayam yang dijual terlebih dahulu, bebek, kemudian yang terakhir kambing.
Datanglah lelaki itu ke rumah Abu Nawas setelah selesai menjual kambingnya.
Abu Nawas:"Kulihat wajahmu cerah hai fulan, bagaimana kondisi rumahmu saat ini?"
Si lelaki:"Alhamdulillah ya abu, sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah tidak ada. Kini istriku sudah tidak marah-marah lagi, anak-anakku juga sudah tidak rewel."
Abu Nawas: "(sambil tersenyum) Nah nah, kau lihat kan, sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah bangunanmu. Sesungguhnya rumahmu itu cukup luas, hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu. Mulai sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu. Sekarang pulanglah kamu, dan atur rumah tanggamu, dan banyak-banyaklah bersyukur atas apa yang dirizkikan Tuhan padamu, dan jangan banyak mengeluh."
*Berbagai sumber
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/24/072658/1972947/630/abu-nawas-rumah-yang-sempit
Si Belang & Si Botak yang Tak Pandai Bersyukur
Jumat, 20/07/2012 06:33 WIB Rina Yuliana - detikRamadan Jakarta - Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah terdapat kisah tentang Si Belang, Si Botak dan Si Buta. Ketiga orang itu diuji oleh Allah dengan penyakit sehingga dijauhi oleh masyarakat. Suatu ketika datang malaikat Jibril kepada Si Belang. Jibril bertanya apakah yang diinginkan oleh Si Belang. Si belang menginginkan kulit yang bagus dan paras yang tampan. Jibril mengelus Si Belang dan kemudian penyakitnya sembuh. Jibril juga bertanya harta apakah yang disenangi, kemudian Si Belang menjawab, 'unta'. Jibril memberinya seekor unta. Begitu juga dengan Si Botak dan Si Buta. Mereka didatangi malaikat, disembuhkan penyakitnya dan diberi harta. Harta yang mereka miliki berkembang menjadi banyak. Allah memerintahkan Jibril untuk mendatangi mereka kembali. Allah ingin menguji rasa syukur yang mereka miliki. Datanglah Jibril kepada Si Belang. Jibril menyamar menjadi orang miskin dan mempunyai penyakit belang dikulitnya. Malaikat Jibril berkata, "Saya adalah seorang miskin dan telah kehabisan bekal di tengah perjalanan ini, dan sampai hari ini tidak ada harapanku kecuali hanya kepada Allah, kemudian kepadamu. Saya benar-benar meminta pertolongan kepadamu dengan menyebut Dzat yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang halus serta harta kekayaan, saya meminta kepadamu seekor unta untuk bekal melanjutkan perjalanan saya," Namun, Si Belang tidak mau memberikan pertolongan itu. Dia berkata, "Sesungguhnya saya mempunyai harta kekayaan ini dari nenek moyang," Begitu juga ketika malaikat Jibril pergi kepada Si Botak. Si Botak yang sudah kaya juga tidak mau memberikan pertolongan kepada orang miskin yang sebenarnya adalah seorang malaikat. Selanjutnya malaikat Jibril mendatangi si buta. Dia meminta pertolongan kepada Si Buta seperti dia minta pertolongan kepada 2 orang sebelumnya. Dia menyamar menjadi seorang buta yang miskin. Mendengar kisah orang miskin yang sebenarnya malaikat Jibril itu, Si Buta menjawab, "Saya dulu adalah orang buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya, dan dulu saya orang miskin, kemudian Allah memberi kekayaan seperti ini. Maka, ambillah apa yang kamu inginkan. Demi Allah, sekarang saya tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah,". Mendengar perkataan Si Buta yang tulus, malaikat Jibril lalu berkata, "Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu hanyalah diuji dan Allah benar-benar ridha terhadap kamu dan Allah telah memurkai kepada kedua kawanmu," Si Belang dan Si Botak yang tidak mau memberikan pertolongan akhrinya dikembalikan seperti semula. Sedangkan Si Buta yang bersyukur atas nikmat yang diberikan tetap diberi kesehatan dan kekayaan oleh Allah. (rmd/rmd) Sumber: www.alislamu.com Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/20/063329/1970147/630/si-belang-si-botak-yang-tak-pandai-bersyukur
Langganan:
Postingan (Atom)