Rabu, 29 Agustus 2012

Nasruddin Hoja dan Cincin di Rumah Gelap Gulita

Rabu, 29 Agustus 2012, 12:34 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syahruddin El-Fikri

Suatu hari Nasruddin Hoja, sang sufi yang humoris, kehilangan cincin di dalam rumahnya yang gelap gulita. Anehnya, ia justru mencari cincinnya di halaman rumah, bukan di dalam rumahnya.

Bahkan, tetangganya pun turut serta membantu mencari cincin Nasruddin. Namun, saat dikatakan bahwa cincinnya hilang di dalam rumah, tetangganya jengkel dan meninggalkan Nasruddin sendirian. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita, bahwa jika kehilangan suatu barang, maka carilah ia di tempat hilangnya, jangan mencari di tempat lain.

Tapi, kisah yang terkesan konyol itu tentu memiliki makna lain. Melalui kisah di atas, Nasruddin tampaknya ingin mengajarkan kepada kita makna berbeda di balik alasannya mencari cincin yang hilang itu di luar rumahnya. Dan, makna itu relevan pada masa kini.

Pertama, berapa banyak dari kita yang begitu bangga mencari idola atau tokoh panutan di luar rumah kita sen diri, di luar agama Islam? Kita seakan bangga ketika mengenal nama Karl Marx (tokoh komunis), Adolf Hitler (Nazi), Neil Armstrong (manusia pertama yang menjejakkan kaki di Bulan), dan Sigmund Freud (filosof). Atau, bahkan sejumah selebritas dunia seperti Ma riah Carey, Michael Jackson, Whitney Houston, dan Lady Gaga. Begitu pula dengan olahragawan top dunia lainnya.

Tapi, kita tidak pernah bangga dengan pemimpin umat ini, Nabi Muhammad SAW, teladan yang paling baik, dan khulafaur rasyidin seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, juga Ali bin Abi Thalib. Begitu pula dengan tokoh Muslim lainnya semacam Al-Biruni (tokoh astronomi), Ibnu Sina (kedokteran), al-Jabbar (matematika), Ibnu Rusyd (filosof), dan al-Khawarizmi.

Kedua, tentang rumah Nasruddin yang gelap gulita dan ia justru mencari cincinnya yang hilang itu di luar rumahnya. Ini bisa memberi pelajaran kepada kita bahwa rumah kita sesungguhnya sama dengan rumah Nasruddin, gelap gulita tanpa ada pelita atau cahaya (penerangan) sedikit pun.

Gelap gulita itu bukan semata-mata karena tidak ada lampu, tapi rumah kita gelap karena kita sendiri tak pernah mau meneranginya dengan cahaya ilahi. Kita berada dalam kegelapan karena kita disibukkan dengan urusan materi. Kita tak menerangi rumah kita dengan lantunan kalam ilahi atau shalat di dalamnya. Akibatnya rumah kita gelap gulita seperti kuburan.

Kita disibukkan dengan gadgetse perti ponsel, Blackberry, atau Ipad yang menjadi kebanggaan kita. Bahkan, hampir setiap hari kita bersentuhan dengan ponsel, tapi tak pernah menyentuh Alquran. Padahal, kalam ilahi merupakan cara kita berkomunikasi dengan Sang Pencipta Alam Semesta ini.

Rasulullah SAW sudah mengingatkan kita, “Hiasilah rumahmu dengan shalat dan (lantunan) Alquran.” (HR Bukhari). Dalam riwayat lain disebut kan, “Hiasilah rumahmu dengan shalat dan membaca Alquran, jangan jadikan ia seperti kuburan.”

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Nasruddin Hoja di atas, dengan menjadikan pemimpin umat (Rasulullah SAW) dan para tokoh Muslim sebagai teladan terbaik bagi kita. Selain itu, kita juga perlu memperbanyak cahaya penerangan rumah kita dengan membaca dan menadaburi Alquran. Wallahu a’lam.


Redaktur: Heri Ruslan


Sumber :
Republika Online - http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/08/29/m9i4u8-nasruddin-hoja-dan-cincin-di-rumah-gelap-gulita

Jumat, 24 Agustus 2012

Pelajaran Ali bin Abi Thalib Kepada 3 Pendeta Yahudi

Minggu, 12/08/2012 12:09 WIB

Musriani Adam - detikRamadan

Jakarta - Dikala Umar bin Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah, "Hai Khalifah Umar, Anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada Anda. Jika Anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi."

"Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.

Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) disaat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan dikala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda disaat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai disaat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"

Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berpikir sejenak, kemudian berkata, "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!"

Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata, "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"

Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"

Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"

Ali bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"

Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar bin Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasulullah SAW. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"

Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib berkata, "Silahkan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasulullah SAW sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"

Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!"

"Ya baik!" jawab mereka.

"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali.

Mereka mulai bertanya, "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"

"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik laki-laki ataupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai kehadirat Allah!"

Para pendeta Yahudi bertanya lagi, "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"

Ali menjawab, "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"

Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata, "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut, "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"

"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali. "Nabi Yunus AS dibawa keliling ketujuh samudera!"

Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi, "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"

Ali lalu menjawab, "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman AS putera Nabi Dawud AS, Semut itu berkata kepada kaumnya, 'Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"

Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya, "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan diatas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun diantara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"

Ali menjawab, "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."

Setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Ali ra, dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu lalu mengatakan, "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!"



*Dikutip dari kitab 'Qishasul Anbiya' yang tercantum dalam kitab 'Fadhailul Khamsah Minas Shihahis Sittah', tulisan Sayyid Murtadha Al-Huseiniy Al-Faruz Aabaad


(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/08/12/120939/1989392/630/pelajaran-ali-bin-abi-thalib-kepada-3-pendeta-yahudi

Rabi'ah Al-Adawiah, Antara Air Mata & Spiritualitas Cinta kepada Allah

Jumat, 24/08/2012 13:30 WIB

Rina Yuliana - detikRamadan

Jakarta - Ia seorang wanita sufi yang dikenal sebagai ahli ibadah dan kebijaksanaan di masanya. Dalam tubuhnya mengalir darah keturunan dari sahabat Nabi saw, Ali bin Abi Thalib. Ia bernama lengkap Rabi'ah binti Ismail bin Hasan bin Zaid bin Ali bin Abi Thalib. Ia senantiasa dimintai fatwa dari beberapa ulama-ulama sufi di masanya. Rasa ketakutannya kepada Allah telah menjadikannya sebagai seorang wanita yang senantiasa menangis. Seperti saat ia mendengar seorang laki-laki membaca ayat-ayat Alquran yang berhubungan dengan neraka di hadapannya, ia langsung berteriak dan tersungkur karena rasa ketakutannya terhadap api neraka.

Ia senantiasa melakukan salat malam secara penuh. Ketika fajar mulai menjelang, ia tidur sebentar di tempat salatnya hingga pagi tiba.

Pada suatu waktu, datang seorang laki-laki memberikan uang sebanyak 40 dinar kepadanya. Ia berkata kepada Rabi'ah, "gunakanlah uang ini untuk keperluan-keperluanmu".

Mendengar perkataan itu, Rabi'ah Adawiyah menangis. Ia menengadahkan mukanya ke langit, seraya berkata, "Tuhan telah mengetahui, bahwa aku malu meminta barang-barang duniawi kepada-Nya, padahal ia lah yang memiliki dunia ini. Oleh karena itu, bagaimana mungkin aku akan meminta duniawi kepada orang yang sebenarnya tidak memiliki dunia itu?".

Air matanya selalu bercucuran di saat mengingat hari kematian. Ia laksana disambar petir di saat teringat hari kematian itu. Bahkan ia selalu merasa kaget dan merasa ketakutan sekali di saat terjaga dari tidurnya. Ia seraya berkata, "wahai jiwaku!, berapa lama engkau tertidur dan berapa lama pula engkau dalam keadaan terjaga? Aku benar-benar merasa ketakutan di saat engkau (jiwa) tertidur dan tidak bangun lagi, sehingga yang ada di hadapanmu hanyalah hari kebangkitan".

Salah satu kata bijak darinya adalah: "sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan kejelekanmu". Ia berkata: "wahai Tuhanku, ampunilah penyelewenganku selama ini, ampunilah aku!".

Ia meninggal dunia di Baitul Maqdis tahun 135 H pada usia lebih dari 80 tahun. Ia dikafankan di dalam jubahnya sendiri yang berasal dari anyaman rambut, dan tutup dari kain bulu yang senantiasa ia gunakan pada saat salat malam. Ini semua adalah karena wasiat yang ia berikan kepada pembantunya agar ia dikafankan semacam itu. Ia juga berwasiat agar ia dimakamkan di Baitul Maqdis.

Tidaklah benar yang mengatakan jika perkataan, "aku tidak menyembah-Mu lantaran mengharapkan surga-Mu dan takut atas neraka-Mu, melainkan hanya karena kecintaanku kepada-Mu" adalah berasal dari perkataan Rabi'ah Adawiyah. Dan sangat tidak benar pula, jika tasawuf Rabi'ah Adawiyah identik dengan nilai-nilai yang dianggap sesat dalam dunia sufi. Misalnya, kerinduan kepada Tuhan, Fana' (peleburan diri seorang hamba dengan tuhannya), persaksian langsung terhadap Tuhan, dan lain sebagainya.



Sumber: Buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karya Syaikh Muhammad Sa'id Mursi

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/08/24/133005/1998019/630/rabiah-al-adawiah-antara-air-mata-spiritualitas-cinta-kepada-allah?r992202625

Minggu, 05 Agustus 2012

Abu Nawas dan Dua Orang Ibu

Sabtu, 04/08/2012 09:15 WIB

Siti Ariyanti - detikRamadan

Jakarta - Seorang bayi mungil diperebutkan dua perempuan yang sama-sama mengaku sebagai ibu kandungnya. Berhari-hari kasus itu tak kunjung selesai hingga sang hakim pun bingung. Akhirnya hakim meminta pertolongan Raja Harun Al Rasyid untuk menyelesaikan masalah itu. Sayangnya, usaha Raja Harun tidak membuahkan hasil, tapi justru membuat kedua perempuan itu mati-matian mengakui bayi itu sebagai anaknya.

Akhirnya Raja Harun memanggil si cerdik Abu Nawas untuk menggantikan hakim. Ketika datang di pengadilan Abu Nawas tidak mengambil keputusan di hari itu juga, melainkan menunggu keesokan harinya.

Hari berikutnya sidang dilanjutkan kembali. Semua hadirin sidang yakin Abu Nawas pasti dapat menyelesaikan kasus itu. Namun semua tercengang ketika Abu Nawas memerintahkan algojo untuk membelah bayi itu dengan pedang. Dua perempuan itu juga serempak bertanya, apa yang akan Abu Nawas lakukan terhadap bayi itu.

Abu Nawas berkata, “Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?”

“Tidak, bayi itu adalah anakku,” kata kedua perempuan itu.

Dua perempuan itu belum ada yang bersedia mengalah sehingga terpaksa Abu Nawas memutuskan untuk membelah bayi itu menjadi dua. Sebagian untuk perempuan yang pertama, sebagian lain untuk perempuan kedua.

“Jangan, tolong jangan belah bayi itu. Biarlah, aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu,” perempuan kedua mengatakan dengan setengah berteriak.

Mendengar itu, Abu Nawas tersenyum lega. Dengan segera dia menyerahkan bayi itu kepada perempuan kedua. Menurut Abu Nawas, tidak ada satu orang pun ibu yang tega anaknya disembelih. Seorang ibu lebih memilih dirinya yang menderita dari pada anaknya.

(rmd/rmd)


Sumber :
Republika Online - http://ramadan.detik.com/read/2012/08/04/091556/1983029/630/abu-nawas-dan-dua-orang-ibu?r991101625

Abu Nawas, Pendeta & Ahli Yoga Berebut Makanan

Minggu, 05/08/2012 13:26 WIB

Ramdhan Muhaimin - detikRamadan

Jakarta - Alkisah, ada seorang Ahli Yoga yang sangat membenci Abu Nawas, maka dengan segala cara dia memperdaya Abu Nawas ini hingga akhirnya mempunyai ide untuk mengajak seorang pendeta untuk bersekongkol. Setelah mencapai kata sepakat antara Pendeta dan Ahli Yoga, mereka berangkat menemui Abu Nawas di kediamannya.

Ketika mereka datang, Abu Nawas sedang melakukan salat Dhuha. Setelah dipersilakan masuk oleh istrinya, mereka pun masuk dan menunggu sambil berbincang-bincang dengan santainya.

Seusai salat, Abu Nawas menemui mereka dan bercakap-cakap sejenak. "Kami sebenarnya ingin mengajak engkau melakukan pengembaraan suci. Kalau engkau tidak keberatan, bergabunglah bersama kami," kata Ahli Yoga.

"Dengan senang hati. Lalu kapan rencananya?"tanya Abu Nawas dengan polos.

"Besok pagi," kata Pendeta.

"Baiklah kalau begitu, kita bertemu di warung teh besok pagi," kata Abu Nawas menyanggupi.

Agama Islam sangat menghormati pemeluk agama lain, karena Rasululullah SAW mengajarkan demikian. Pada hari berikutnya mereka berangkat bersama. Abu Nawas mengenakan jubah seorang Sufi.

Ahli Yoga dan Pendeta mengenakan seragam keagamaan mereka masing-masing. Di tengah jalan, mereka mulai diserang rasa lapar karena mereka memang sengaja tidak membawa bekal. "Hai Abu Nawas, bagaimanakah kalau engkau saja yang mengumpulkan derma untuk membeli makanan untuk kita bertiga. Karena kami akan mengadakan kebaktian," kata Pendeta.

Tanpa banyak bicara lagi, Abu Nawas berangkat mencari dan mengumpulkan derma dari satu dusun ke dusun lainnya. Setelah derma terkumpul, Abu Nawas membeli makanan secukupnya untuk mereka bertiga. Setelah itu Abu Nawas kembali lagi ke Pendeta dan Ahli Yoga dengan membawa makanan. Karena sudah tak sanggup menahan rasa lapar, Abu Nawas berkata, "Mari segera kita bagi makanan ini sekarang juga."

"Jangan sekarang, kami sedang berpuasa," kata Ahli Yoga.

"Tetapi aku hanya menginginkan bagianku saja, sedangkan kalian ya terserah pada kalian," kata Abu Nawas.

"Aku tidak setuju, kita harus seirama dalam berbuat apapun," kata pendeta.

"Betul, aku pun tidak setuju karena waktu makanku besok pagi. Besok pagi aku baru akan berbuka," kata Ahli Yoga.

"Hai, bukankah aku yang kalian jadikan alat pencari derma, dan derma itu sekarang telah aku tukarkan dengan makanan. Sekarang kalian malah tidak mengijinkan aku untuk mengambil bagianku sendiri, itu tidak masuk akal," kata Abu Nawas mulai merasa jengkel.

Namun begitu pendeta dan ahli yoga tetap bersikeras tidak mengijinkan Abu Nawas untuk mengambil bagian yang sudah menjadi haknya. Abu Nawas penasaran, ia mencoba sekali lagi meyakinkan kawan-kawannya agar mengijinkan ia memakan bagiannya. Tetapi mereka tetap saja menolak.

Abu Nawas benar-benar merasa jengkel dan marah. Namun Abu Nawas tidak memperlihatkan sedikitpun kejengkelan dan kemarahannya itu. "Bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian," kata pendeta kepada Abu Nawas.

"Perjanjian apa?" tanya AbuNawas.

"Kita adakan lomba, barang siapa diantara kita bermimpi paling indah maka ia akan mendapat bagian yang terbanyak, yang kedua lebih sedikit dan yang terburuk akan mendapat paling sedikit," kata pendeta mejelaskan.

Abu Nawas setuju. Ia tidak memberi komentar apa-apa. Malam semakin larut, embun mulai turun ke bumi. Pendeta dan Ahli Yoga mengantuk dan tidur. Abu Nawas tidak bisa tidur karena perutnya lapar. Dia hanya pura-pura saja tidur untuk mengelabui kawannya.

Setelah merasa yakin kawan-kawannya sudah tertidur lelap, Abu Nawas menghampiri makanan itu. Tanpa pikir dua kali, Abu Nawas memakan habis makanan itu hingga tidak tersisa sedikit pun. Setelah kenyang, barulah Abu Nawas bisa tidur.

Keesokan harinya, mereka bangun hampir bersamaan. Ahli yoga dengan wajah yang berseri-seri bercerita,

"Tadi malam aku bermimpi memasuki sebuah taman yang mirip sekali dengan Nirwana. Aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya dalam hidup ini."

Pendeta mengatakan bahwa mimpi ahli yoga benar-benar menakjubkan, benar-benar luar biasa. Kini giliran pendeta yang bercerita. "Aku seolah-olah menembus ruang dan waktu. Dan ternyata memang benar. Aku tidak sengaja berhasil menyusup ke masa silam di mana pendiri agamaku hidup. Aku bertemu dengan beliau dan yang lebih membahagiakan adalah aku diberkatinya."

Ahli Yoga juga memuji-muji kehebatan mimpi pendeta. Abu Nawas hanya diam. Ia bahkan tidak tertarik sedikitpun. Karena Abu Nawas belum buka mulut juga, Pendeta dan Ahli Yoga mulai menanyakan mimpi Abu Nawas. Akhirnya Abu Nawas mulai bercerita setelah didesak oleh kawan-kawannya.

"Kalian tentu tahu Nabi Daud as kan, Beliau adalah seorang Nabi yang ahli berpuasa. Tadi malam aku bermimpi berbincang-bincang dengan beliau dan beliau menanyakan apakah aku berpuasa atau tidak. Aku katakan aku berpuasa karena aku memang tidak makan sejak dini hari, kemudian beliau menyuruhku agar segera berbuka karena hari sudah malam. Tentu saja aku tidak berani mengabaikan perintah beliau. Aku segera bangun dari tidur dan langsung menghabiskan makanan itu," kata Abu Nawas tanpa punya perasaan salah sedikitpun.

Sambil menahan rasa lapar yang sangat, Pendeta dan Ahli Yoga saling berpandangan satu sama lain. Kejengkelan Abu Nawas terobati sudah. Kini mereka berdua sadar bahwa mempermainkan Abu Nawas sama halnya dengan menyusahkan diri sendiri.


(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/08/05/132652/1983536/630/abu-nawas-pendeta-ahli-yoga-berebut-makanan?r991101625

Kamis, 02 Agustus 2012

Nasruddin dan Tiga Orang Bijak

Rabu, 01/08/2012 14:21 WIB

Abdul Rohim - detikRamadan

Jakarta - Pada suatu hari ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Sampailah mereka pada suatu hari di desa Nasrudin. Orang-orang desa ini menyodorkan Nasrudin sebagai wakil orang-orang yang bijak di desa masing-masing. Nasrudin dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa menonton mereka bicara.

Orang bijak pertama bertanya kepada Nasrudin, "Di mana sebenarnya pusat bumi ini?"

Nasrudin menjawab, "Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara".

"Bagaimana bisa saudara buktikan hal itu?" tanya orang bijak pertama tadi.

"Kalau tidak percaya, ukur saja sendiri," cetus Nasruddin. Orang bijak yang pertama diam tak bisa
menjawab.

Tiba giliran orang bijak kedua mengajukan pertanyaan. "Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?"

Nasrudin menjawab, "Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini".

"Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?"

Nasrudin menjawab, Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai itu, dan nanti saudara akan tahu kebenarannya."

"Itu sih jawaban bodoh," tanya orang bijak kedua, "Bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai."

Nasrudin pun menjawab, "Nah, kalau saya bodoh, kenapa Anda juga mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?" Mendengar jawaban itu, si bijak kedua itu pun tidak bisa melanjutkan.

Sekarang tampillah orang bijak ketiga yang katanya paling bijak di antara mereka. Ia agak terganggu oleh kecerdikan Nasrudin dan dengan ketus bertanya, "Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi coba saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada pada ekor keledai itu."

"Saya tahu jumlahnya," jawab Nasrudin, "Jumlah bulu yang ada pada ekor kelesai saya ini sama dengan jumlah rambut di janggut Saudara".

"Bagaimana Anda bisa membuktikan hal itu?" tanyanya lagi. "Oh, kalau yang itu sih mudah. Begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut saudara. Begitu sampai habis. Nah, kalau habisnya sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi kalau tidak, saya keliru."

Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara menghitung seperti itu. Dan orang-orang desa yang mengelilingi mereka itu semakin yakin Nasrudin adalah yang tercerdik.

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/08/01/142137/1980434/630/nasruddin-dan-tiga-orang-bijak?r881107hikayat

Minggu, 29 Juli 2012

Keutamaan Umat Nabi Muhammad dalam Kitab Taurat

Minggu, 29/07/2012 09:07 WIB

Hasan Fauzi - detikRamadan

Jakarta - Ketika Nabi Musa ‘as bermunajat di Gunung Thursina untuk “bertemu” Allah swt, Nabi Musa as mengajukan beberapa permintaan terkait isi dalam lauh-lauh (Kitab Taurat) yang diterimanya.

Nabi Musa as berkata, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang menjadi umat terbaik yang pernah terlahir ke dunia, mereka menyuruh sesamanya untuk berbuat kebaikan dan mencegah sesamanya berbuat kemungkaran. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah swt menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa as berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang menjadi umat terakhir yang diciptakan namun mereka adalah umat yang paling dahulu masuk surga. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah swt menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa as berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang memiliki anak-anak yang sudah dapat menghapal kitab suci mereka, sedangkan umat-umat sebelum itu membaca kitab suci mereka dengan melihat. Apabila kitab itu disingkirkan, mereka tidak dapat membacanya dan tidak mengetahuinya. Engkau juga memberikan mereka daya hafal yang tinggi yang tidak diberikan pada umat-umat lainnya. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah swt menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa as berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang beriman pada kitab suci yang pertama kali diturunkan hingga kitab suci yang terakhir diturunkan, mereka senantiasa memerangi kesesatan, bahkan mereka juga memerangi makhluk paling pendusta yang bermata satu (Dajjal). Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah swt menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa as berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang dapat memakan hasil dari zakat yang dikeluarkan oleh sesama mereka, namun tetap diberi ganjaran yang berlipat-lipat. Engkau mewajibkan zakat itu pada orang-orang kaya di antara mereka dan menyalurkannya pada orang-orang miskin. Sementara ketika umat-umat lain berzakat, jika diterima maka zakat itu akan dimakan api, dan jika ditolak maka zakat itu akan dimakan hewan buas dan burung-burung. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah swt menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa as berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang ketika berniat untuk berbuat baik namun mereka tidak melaksanakan niat tersebut, maka akan tertulis satu kebaikan. Dan jika mereka melaksanakan niat tersebut, maka akan tertulis bagi mereka 10 hingga 700 kali lipat. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah swt menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa as berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang dapat memberikan syafaat sekaligus menerima syafaat. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah swt menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Setelah mendegar semua itu, Nabi Musa as melemparkan lauh-lauh yang dipegangnya sembari berkata, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku salah satu umat Muhammad.”

Wallaahu a'lam..


*Dari berbagai sumber

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/29/090730/1977527/630/keutamaan-umat-nabi-muhammad-dalam-kitab-taurat

Kamis, 26 Juli 2012

Harumnya Wanita Penyisir Rambut Putri Firaun

Kamis, 19/07/2012 05:55 WIB

Rina Yuliana - detikRamadan

Jakarta - Ketika melakukan perjalanan Isra Mikraj, Rasulullah saw mencium aroma yang sangat harum. Dia bertanya kepada malaikat Jibril dari mana aroma tersebut berasal. Jibril menjelaskan, aroma itu adalah aroma wanita yang bertugas menyisir rambut putri Firaun. Wanita itu dimasukkan ke dalam tungku besar yang telah dipanaskan karena tidak mau mengakui Firaun sebagai Tuhan.

Suatu hari sisir yang digunakan untuk menyisir rambut putri Firaun jatuh. Dengan spontan wanita itu mengucapkan Bismillah. Melihat tindakan sang wanita, Putri Firaun lalu berkata kepadanya '(maksudmu) Bapakku'.

Kemudian wanita itu menjawab, "Bukan, Tuhanku dan Tuhan bapakmu adalah Allah."

Mendengar jawaban itu, putri Firaun mengancam akan melaporkan ke ayahnya. Wanita itu tidak takut hingga suatu hari dia dipanggil menghadap Firaun. Raja yang menganggap dirinya Tuhan ini bertanya apakah wanita itu mempunyai Tuhan selain Firaun. Dengan tegas wanita itu berkata bahwa Tuhannya adalah Allah.

Firaun memerintahkan pasukannya untuk menyiapkan sebuah tungku besar. Tungku itu dipanaskan kemudian memerintahkan wanita itu beserta anak-anaknya dilempar ke dalamnya.

Sebelum dilempar, wanita itu meminta kepada Firaun agar tulang-tulangnya dan tulang anak-anaknya dikumpulkan menjadi satu. Selanjutnya, anak-anaknya dilempar satu demi satu hingga tiba giliran bayinya yang masih menyusu.

Wanita itu merasa ragu-ragu, tetapi bayinya justru berkata, "Wahai ibuku, masuklah karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab akhirat." Kemudian dimasukanlah mereka ke dalam tungku yang sangat panas itu.

Keimanan yang begitu besar kepada Allah menyebabkan mereka lebih memilih mendapat siksaan dunia. Allah menjadikan aroma tubuh mereka yang terbakar menjadi sangat harum di langit. Subhanallah!


(Dikutip dari situs www.alislamu.com)


(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com- http://ramadan.detik.com/read/2012/07/19/055552/1969056/630/harumnya-wanita-penyisir-rambut-putri-firaun

3 'Kebohongan' Nabi Ibrahim AS

Minggu, 22/07/2012 12:05 WIB

Hasan Fauzi - detikRamadan

Jakarta - Selama masa hidupnya, Nabi Ibrahim AS melakukan tiga 'kebohongan'.

'Kebohongan' pertama

Orang-orang kafir Babilonia memiliki hari besar yang mereka rayakan tiap tahun di alun-alun kota. Ketika hari raya itu tiba, Nabi Ibrahim AS diajak oleh ayahnya untuk menyaksikannya. Namun, ia tidak mau mengikutinya dengan alasan sakit, seperti dalam firman Allah SWT pada Alquran surat Ash-Shaaffaat 88-89, “Lalu dia memandang sekilas ke bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit’.”

Nabi Ibrahim AS membuat alasan itu untuk melancarkan rencananya menghancurkan berhala-berhala yang akan ditinggalkan saat semua orang menghadiri perayaan besar tersebut. Nabi Ibrahim AS kemudian menghancurkan semua berhala dengan kapak, kecuali berhala yang terbesar. Dia kemudian meletakkan kapak di tangan berhala terbesar tersebut.

Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, ayah Nabi Ibrahim AS merupakan pembuat berhala.


'Kebohongan' kedua

Setelah Nabi Ibrahim AS menghancurkan semua berhala, kecuali yang terbesar, dan meletakkan kapak di tangan kanan berhala terbesar itu, masyarakat yang baru kembali dari perayaan kaget melihat sesembahan mereka hancur. “Mereka berkata, ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zhalim." (QS Al-Anbiyaa:59)

Kemudian di antara mereka ada yang berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim." (QS Al-Anbiyaa:60)

Menurut Ibnu Mas'ud, mereka yang menunjuk bahwa Nabi Ibrahim AS pelakunya adalah mereka yang pernah mendengar Nabi Ibrahim berkata, “Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” (QS Al-Anbiyaa:57).

Nabi Ibrahim AS kemudian dibawa dan “disidang”. Setelah berkumpul, “Mereka bertanya, ‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?’ Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya patung besar itu yang melakukannya." (QS Al-Anbiyaa:62-63)

Nabi Ibrahim AS berkata seperti itu agar mereka segera menjawab bahwa patung-patung itu tidak dapat berbicara, hingga akhirnya mereka mengakui bahwa patung-patung itu hanyalah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa.


'Kebohongan' ketiga

Pada suatu hari Nabi Ibrahim AS bersama istrinya, Sarah, datang ke suatu tempat yang dikuasai seorang Firaun zhalim, untuk menetap sementara di sana. Firaun itu diberitahu oleh ajudannya bahwa ada seorang lelaki yang tinggal bersama wanita yang sangat cantik jelita. Firaun tersebut mengutus utusannya untuk menemui Ibrahim. Sang utusan bertanya, “Siapakah wanita yang tinggal bersamamu?”. Nabi Ibrahim AS menjawab, “Dia adalah adikku.”. Lalu Nabi Ibrahim AS mendatangi Sarah dan berkata, “Wahai Sarah, di muka Bumi ini tidak ada orang yang beriman kecuali aku dan kamu. Dan di depan sana ada seseorang yang datang dan bertanya kepadaku tentang dirimu, maka aku katakan padanya bahwa kamu adalah adikku. Oleh karena itu, janganlah kamu katakan yang lain selain yang aku katakan.”

Maksud ucapan Nabi Ibrahim ‘AS yang mengatakan bahwa Sarah adalah adiknya adalah “saudara seagama” (ukhtun fid-diin). Sedangkan maksud “di muka Bumi ini tidak ada orang yang beriman kecuali aku dan kamu” adalah tidak ada pasangan mukmin lain selain aku dan kamu. Alasannya adalah, karena Nabi Luth AS pada saat itu juga beriman, sama seperti mereka. Nabi Luth AS adalah keponakan Nabi Ibrahim AS.

Menurut sejarawan, Firaun dalam kisah tersebut merupakan saudara dari Adh-Dhahhak, Firaun yang sangat terkenal kezhalimannya. Firaun tersebut bernama Sinan bin Ulwan bin Ubaid bin Auj bin Imlaq bin Lawaz bin Sam bin Nuh. Sedangkan riwayat Ibnu Hisyam dalam kitab “At-Tijan” menyebutkan, firaun tersebut adalah Amru bin Umrul Qais bin Mailepon bin Saba.


(rmd/rmd)


Sumber: buku Qashash Al-Anbiyaa’, 2002, karya Ibnu Katsir
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/22/120520/1971547/630/3-kebohongan-nabi-ibrahim-as

Selasa, 24 Juli 2012

Taubatnya Si Wanita Penggoda

Selasa, 17/07/2012 19:11 WIB

Rina Yuliana - detikRamadan

Jakarta - Ar-Rabi' bin Khaitsam adalah orang yang berpegang teguh pada keimanannya. Hal ini tercermin dalam perilaku dan amal ibadah yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Keteguhan terhadap prinsipnya itu telah membuat banyak orang merasa penasaran padanya. Sekelompok orang lalu berencana mengujinya.

Suatu hari sekelompok orang itu mendatangi seorang perempuan cantik. Mereka lalu berkata padanya, "Hai perempuan cantik, apa kamu mau uang seribu dirham?" Perempuan itu menjawab, "Tentu saja mau, apa yang harus kulakukan?".

"Kami akan memberimu tugas untuk menggoda Ar-Rabi' bin Khaitsam. Jika berhasil maka uang itu akan menjadi milikmu," kata sekelompok orang itu.

"Baiklah, aku akan melakukannya" jawab perempuan itu. Perempuan cantik itu segera berdandan. Ia memakai pakaian terbaiknya dan memoles wajahnya agar terlihat cantik. Lalu ia memakai minyak wangi.

Tak lama kemudian, ia mencegat Ar-Rabi' bin Khaitsam yang baru keluar dari masjid. Perempuan itu mulai merayu Ar'Rabi' bin Khaitsam. Ar-Rabi' seketika sangat terkejut. Ia lalu berkata pada perempuan itu, "Kenapa kamu menggodaku? Tidak takutkah kau kepada Allah? Bagaimana jika wajahmu yang cantik diubah menjadi buruk oleh Allah? Jawaban apa yang kamu berikan jika malaikat Munkar dan Nakir bertanya padamu?"

Mendengar perkataan Ar'rabi', tiba-tiba tubuh perempuan cantik itu gemetar. Wajahnya pusat pasi. Langkahnya terhenti seketika, ia merasakan ketakutan hingga jatuh pingsan. Setelah sadar, perempuan itu bertaubat. Sejak saat itulah ia bertekat untuk menghabisakan sisa umurnya untuk menebus segala kesalahannya. Ia memperbanyak amal shaleh hingga akhirnya ia meninggal.


(rmd/rmd)


Sumber : Buku 365 Kisah Teladan Islam
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/17/191117/1967772/630/taubatnya-si-wanita-penggoda





Hakim Cerdik, Iyas Bin Muawiyah

Kamis, 19/07/2012 16:23 WIB

Abdul Rochim - detikRamadan

Jakarta - Iyas bin Muawiyah adalah sosok hakim yang sangat cerdas, adil, bijak dan lihai. Kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan, terutama sengketa perdata, sangat cerdik, tepat dan akurat.

Suatu ketika, ada dua orang yang sedang bersengketa. Kedua-duanya adalah pengusaha. Pihak pelapor mengatakan, "Pak Hakim, saya pernah menitipkan uang kepada kawan saya ini. Sayang, waktu saya meminta uang titipan saya, ia mengingkari. Ia tidak mengaku bahwa saya pernah menitipkan sesuatu kepadanya. Bagaimana ini?"

"Tidak benar, Pak Hakim." bantah lelaki ke dua. "Ia sama sekali tidak pernah menitipkan sesuatu kepada saya. "Seandainya ia memiliki bukti, silakan ia menghadirkan bukti itu. Sedangkan saya, dalam urusan ini, tidak ada yang harus saya lakukan kecuali bersumpah tidak menerima itu."


"Saudaraku," ucap Iyas kepada orang yang mengajukan tuduhan, "dimana Anda berikan uang tersebut kepadanya?"

Lelaki itu pun menjelaskan kepada Iyas lokasi dirinya menyerahkan uang.

"Adakah sesuatu di tempat tersebut?", tanya Iyas.

"Ya, di sana ada sebatang pohon besar. Waktu itu, kita duduk-duduk di sana. Kita makan-makan di bawah pohon itu. Begitu saya akan beranjak pergi, saya menitipkan uang padanya," terang si lelaki pertama itu.

"Apakah Anda tahu tempat itu?" tanya Iyas kepada pihak tertuntut.

"Wah, saya tidak tahu tempat itu, Pak Hakim!" ucap si lelaki kedua.

"Baiklah kalau begitu, sekarang Anda coba pergi ke sana. Barangkali Anda lupa, sehingga bila Anda pergi ke sana, Anda akan mengingat kembali tempat Anda menaruh uang dan apa yang Anda lakukan waktu itu," ujar Iyas.

Seketika itu, lelaki pertama berangkat menuju lokasi dirinya menyerahkan uang kepada temannya itu. Perasaannya gundah. Ia setengah tidak terima dengan keputusan hakim itu. Di sisi lain, orang yang tertuduh itu merasa senang. Ia yakin dirinya akan mendapatkan keputusan tidak bersalah.

"Saudaraku, Anda silakan tunggu disini. Kita tunggu kawan kita ini datang kembali. Barangkali ia datang membawa uang tersebut, dengan begitu kamu bisa bebas," kata Iyas kepada lelaki tertuduh.

Setelah itu Iyas melanjutkan sidang yang lainnya. Ia terus mengadili satu perkara demi perkara yang lain. Sesekali ia melirik orang yang dipersilakan menunggu tadi.

"Menurutmu, dia sudah sampai ke pohon tempat Anda menerima uang itu?" tanya Iyas tiba-tiba kepada yang dituduh itu.

"Belum. Pasti belum. Jaraknya sangat jauh," jawab si lelaki kedua.

"Hei, ini artinya Anda berbohong. Anda katakan tidak tahu (tempatnya), tapi ternyata tahu. Ini artinya, kamu benar-benar melakukan penggelapan uang itu!" bentak Iyas tiba-tiba.

Seketika itu keringat dingin membasahi tubuh lelaki tertuduh. Ia tidak bisa berkilah. Semua telah terbuka. "Maafkan saya, Pak!” katanya memelas, "Saya memang melakukannya,"

Waktu yang dinanti telah tiba. Lelaki yang mengajukan tuntutan itu telah kembali. "Bagaimana saudaraku, sudah ketemu?" tanya Iyas.

"Saya sudah mencari-carinya. Juga mengingat-ngingatnya. Tidak ada yang saya ingat melainkan saya telah menyerahkan kepala lelaki ini,"jawab lelaki itu. Ia terlihat begitu kelelahan.

"Tenang saudaraku, semua sudah beres. Ia telah mengaku kalau ia yang menggelapkan hartamu," tutur Iyas.

Akhirnya, pihak penuntut itu bisa mendapatkan kembali uangnya. Sementara kawannya, harus menerima resiko kecerobohannya. Ia menerima hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/19/162313/1969754/630/hakim-cerdik-iyas-bin-muawiyah

Ketika Abu Nawas Berdoa Minta Jodoh

Senin, 23/07/2012 07:22 WIB

Rina Yuliana - detikRamadan

Jakarta - Ada saja cara Abu Nawas berdoa agar dirinya mendapatkan jodoh dan menikah. Karena kecerdasan dan semangat dalam dirinya, akhirnya Abu Nawas mendapatkan istri yang cantik dan shalihah.

Sehebat apapun kecerdasan Abu Nawas, ia tetaplah manusia biasa. Kala masih bujangan, seperti pemuda lainnya, ia juga ingin segera mendapatkan jodoh lalu menikah dan memiliki sebuah keluarga.

Pada suatu ketika ia sangat tergila-gila pada seorang wanita. Wanita itu sungguh cantik, pintar serta termasuk wanita yang ahli ibadah. Abu Nawas berkeinginan untuk memperistri wanita salihah itu. Karena cintanya begitu membara, ia pun berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT.

"Ya Allah, jika memang gadis itu baik untuk saya, dekatkanlah kepadaku. Tetapi jika memang menurutmu ia tidak baik buatku, tolong Ya Allah, sekali lagi tolong pertimbangkan lagi ya Allah," ucap doanya dengan menyebut nama gadis itu dan terkesan memaksa kehendak Allah.

Abu Nawas melakukan doa itu setiap selesai shalat lima waktu. Selama berbulan-bulan ia menunggu tanda-tanda dikabulkan doanya. Berjalan lebih 3 bulan, Abu Nawas merasa doanya tak dikabulkan Allah. Ia pun introspeksi diri.

"Mungkin Allah tak mengabulkan doaku karena aku kurang pasrah atas pilihan jodohku," katanya dalam hati.

Kemudian Abu Nawas pun bermunajat lagi. Tapi kali ini ganti strategi, doa itu tidak diembel-embeli spesifik pakai nama si gadis, apalagi berani "maksa" kepada Allah seperti doa sebelumnya.

"Ya Allah berikanlah istri yang terbaik untukku," begitu bunyi doanya.

Berbulan-bulan ia terus memohon kepada Allah, namun Allah tak juga mendekatkan Abu Nawas dengan gadis pujaannya. Bahkan Allah juga tidak mempertemukan Abu Nawas dengan wanita yang mau diperistri. Lama-lama ia mulai khawatir juga. Takut menjadi bujangan tua yang lapuk dimakan usia. Ia pun memutar otak lagi bagaimana caranya berdoa dan bisa cepat terkabul.

Abu Nawas memang cerdas. Tak kehabisan akal, ia pun merasa perlu sedikit "diplomatis" dengan Allah. Ia pun mengubah doanya.

"Ya Allah, kini aku tidak minta lagi untuk diriku. Aku hanya minta wanita sebagai menantu Ibuku yang sudah tua dan sangat aku cintai Ya Allah. Sekali lagi bukan untukku Ya Tuhan. Maka, berikanlah ia menantu," begitu doa Abu Nawas.

Barangkali karena keikhlasan dan "keluguan" Abu Nawas tersebut, Allah pun menjawab doanya.

Akhirnya Allah menakdirkan wanita cantik dan salihah itu menjadi istri Abu Nawas. Abu Nawas bersyukur sekali bisa mempersunting gadis pujaannya. Keluarganya pun berjalan mawaddah warahmah.

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/23/072255/1971835/630/ketika-abu-nawas-berdoa-minta-jodoh

Abu Nawas & Rumah yang Sempit

Selasa, 24/07/2012 07:26 WIB

Ramdhan Muhaimin - detikRamadan

Jakarta - Dikisahkan, hiduplah seorang laki-laki yang tinggal di sebuah rumah yang luas. Ia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Suatu saat laki-laki itu merasa rumahnya semakin sempit. Dia mempunyai keinginan untuk memperluas rumahnya tetapi enggan untuk mengeluarkan biaya.

Setelah berpikir, pergilah dia ke rumah Abu Nawas, si cerdik yang sangat tersohor di negeri Islam saat itu. Laki-laki itu meminta saran dari Abu Nawas bagaimana cara memperluas rumah tanpa harus mengeluarkan biaya.

Mendengar kisahnya, Abu Nawas menyuruh laki-laki itu untuk membeli sepasang ayam jantan dan betina kemudian kandangnya ditaruh di dalam rumah. Laki-laki itu merasa aneh dengan saran Abu Nawas, tetapi tanpa berpikir panjang dia pergi ke pasar dan membelinya.

Hari berikutnya dia datang kembali ke rumah Abu Nawas. Dia mengeluh rumahnya semakin sempit dan bau karena ayam-ayam yang dibelinya. Mendengar cerita itu, Abu Nawas hanya tersenyum dan menyuruh menambahkan sepasang bebek yang kandangnya juga ditaruh di dalam rumah. Dia bertambah heran, tetapi dia tetap menuruti nasehat Abu Nawas.

3 Hari berlalu, datanglah dia ke rumah Abu Nawas lagi. Dia bercerita kalau rumahnya semakin semrawut semenjak kehadiran bebek. Abu Nawas justru menyuruhnya untuk menambahkan kambing yang kandangnya juga ditaruh dalam rumah.

Hari berikutnya laki-laki itu kembali datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki itu menceritakan bahwa istrinya marah sepanjang hari, anak-anaknya menangis, hewan-hewan berkotek dan mengembik, ditambah hewan-hewan itu juga mengeluarkan bau tak sedap. Abu Nawas hanya tersenyum mendengarnya. Kemudian Abu Nawas menyuruhnya untuk menjual hewan-hewan itu satu persatu mulai dari ayam yang dijual terlebih dahulu, bebek, kemudian yang terakhir kambing.

Datanglah lelaki itu ke rumah Abu Nawas setelah selesai menjual kambingnya.

Abu Nawas:"Kulihat wajahmu cerah hai fulan, bagaimana kondisi rumahmu saat ini?"

Si lelaki:"Alhamdulillah ya abu, sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah tidak ada. Kini istriku sudah tidak marah-marah lagi, anak-anakku juga sudah tidak rewel."

Abu Nawas: "(sambil tersenyum) Nah nah, kau lihat kan, sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah bangunanmu. Sesungguhnya rumahmu itu cukup luas, hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu. Mulai sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu. Sekarang pulanglah kamu, dan atur rumah tanggamu, dan banyak-banyaklah bersyukur atas apa yang dirizkikan Tuhan padamu, dan jangan banyak mengeluh."

*Berbagai sumber

(rmd/rmd)


Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/24/072658/1972947/630/abu-nawas-rumah-yang-sempit

Si Belang & Si Botak yang Tak Pandai Bersyukur

Jumat, 20/07/2012 06:33 WIB Rina Yuliana - detikRamadan Jakarta - Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah terdapat kisah tentang Si Belang, Si Botak dan Si Buta. Ketiga orang itu diuji oleh Allah dengan penyakit sehingga dijauhi oleh masyarakat. Suatu ketika datang malaikat Jibril kepada Si Belang. Jibril bertanya apakah yang diinginkan oleh Si Belang. Si belang menginginkan kulit yang bagus dan paras yang tampan. Jibril mengelus Si Belang dan kemudian penyakitnya sembuh. Jibril juga bertanya harta apakah yang disenangi, kemudian Si Belang menjawab, 'unta'. Jibril memberinya seekor unta. Begitu juga dengan Si Botak dan Si Buta. Mereka didatangi malaikat, disembuhkan penyakitnya dan diberi harta. Harta yang mereka miliki berkembang menjadi banyak. Allah memerintahkan Jibril untuk mendatangi mereka kembali. Allah ingin menguji rasa syukur yang mereka miliki. Datanglah Jibril kepada Si Belang. Jibril menyamar menjadi orang miskin dan mempunyai penyakit belang dikulitnya. Malaikat Jibril berkata, "Saya adalah seorang miskin dan telah kehabisan bekal di tengah perjalanan ini, dan sampai hari ini tidak ada harapanku kecuali hanya kepada Allah, kemudian kepadamu. Saya benar-benar meminta pertolongan kepadamu dengan menyebut Dzat yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang halus serta harta kekayaan, saya meminta kepadamu seekor unta untuk bekal melanjutkan perjalanan saya," Namun, Si Belang tidak mau memberikan pertolongan itu. Dia berkata, "Sesungguhnya saya mempunyai harta kekayaan ini dari nenek moyang," Begitu juga ketika malaikat Jibril pergi kepada Si Botak. Si Botak yang sudah kaya juga tidak mau memberikan pertolongan kepada orang miskin yang sebenarnya adalah seorang malaikat. Selanjutnya malaikat Jibril mendatangi si buta. Dia meminta pertolongan kepada Si Buta seperti dia minta pertolongan kepada 2 orang sebelumnya. Dia menyamar menjadi seorang buta yang miskin. Mendengar kisah orang miskin yang sebenarnya malaikat Jibril itu, Si Buta menjawab, "Saya dulu adalah orang buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya, dan dulu saya orang miskin, kemudian Allah memberi kekayaan seperti ini. Maka, ambillah apa yang kamu inginkan. Demi Allah, sekarang saya tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah,". Mendengar perkataan Si Buta yang tulus, malaikat Jibril lalu berkata, "Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu hanyalah diuji dan Allah benar-benar ridha terhadap kamu dan Allah telah memurkai kepada kedua kawanmu," Si Belang dan Si Botak yang tidak mau memberikan pertolongan akhrinya dikembalikan seperti semula. Sedangkan Si Buta yang bersyukur atas nikmat yang diberikan tetap diberi kesehatan dan kekayaan oleh Allah. (rmd/rmd) Sumber: www.alislamu.com Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/20/063329/1970147/630/si-belang-si-botak-yang-tak-pandai-bersyukur

Al-Malikah, Kisah Pelacur yang Menjadi Ahli Surga

Sabtu, 21/07/2012 07:54 WIB Rina Yuliana - detikRamadan Jakarta - Suatu ketika di suatu negeri, hiduplah seoarang wanita bernama Al-Malikah. Dia adalah wanita tunasusila keturunan Bani Israil. Al-Malikah dikenal di negerinya sebagai pelacur kelas atas. Bayaran yang ia peroleh juga cukup tinggi. Kecantikannya sangat terkenal sehingga banyak pemuda yang menyukainya. Tidak terkecuali seorang pemuda bernama Abid. Abid sebenarnya pemuda miskin yang taat ibadah. Namun kepopuleran paras cantik Al-Malikah di seantero negeri rupanya telah menggoda keimanan sang pemuda untuk mencoba menikmati kecantikan Al-Malikah. Sayangnya untuk bisa bertemu Al-Malikah, Abid harus mengeluarkan biaya sebesar 100 dinar. Karena besarnya uang bayaran itu, Abid harus bekerja sekuat tenaga untuk mengumpulkan uang. Dia ingin bertemu dengan 'pujaan' hatinya. Setelah uang terkumpul, datanglah Abid menemui Al-Malikah. Namun sesuatu yang mengejutkan terjadi. Ketika Abid telah berada di hadapan Al-Malikah, tiba-tiba tubuhnya menjadi gemetar. Keringat bercucuran keluar dari sekujur tubuhnya. Yang terjadi, sang pemuda justru ingin lari dari tempat itu. Al-Malikah malah menjadi heran dengan tingkah Abid yang mendadak berubah. Ketika Al-Malikah sudah berada di depannya, Abid justru teringat akan Rab-nya. "Aku takut kepada Allah, bagaimana aku mempertanggungjawabkan perbuatan maksiatku nanti," kata Abid. Ucapan Abid yang spontan malah membuat Al-Malikah terkejut. Entah bagaimana, ucapan Abid seakan menjadi wasilah yang memberi kesadaran kepada Al-Malikah. Di luar dugaan, hati Al-Malikah tersentuh oleh ucapan Abid yang polos itu. Abid pun lantas pergi menjauh meninggalkan Al-Malikah. Kakinya langsung berjalan seribu langkah. Namun tanpa diduga, belum jauh Abid meninggalkan tempat itu, Al-Malikah mengejar dan menghentikan langkah Abid. Al-Malikah mencegah Abid. Tapi bukan untuk memaksa Abid untuk berzina. Yang dilakukan Al-Malikah justru meminta Abid menikahinya. Perempuan itu tiba-tiba menangis di depan Abid, sambil memohon-mohon. Tentu saja kini giliran tingkah Al-Malikah yang membuat heran Abid. Bahkan dengan nada mengancam, Al-Malikah tidak akan melepaskan langkah Abid sebelum pemuda itu benar-benar berjanji menikahinya. Namun usaha Al-Malikah sia-sia. Abid berhasil menjauh hingga menghilang dari pandangan Al-Malikah. Keteguhan iman sang pemuda rupanya telah menawan hati Al-Malikah. Kata-kata keimanan yang keluar dari mulut Abid benar-benar telah membuka hati, mata dan pikiran sang wanita. Usai pertemuan yang awalnya untuk bertransaksi maksiat kepada Allah itu, Al-Malikah bertekad untuk memperbaiki diri dan segera keluar 'lembah hitam' pekerjaannya. Tujuannya tak lain, menyempurnakan benih iman yang mulai tumbuh karena disiram ucapan sang pemuda. Dia pun mencari sang pemuda hingga ke pelosok. Bertahun-tahun Al-Malikah berjalan keluar masuk kampung hanya untuk mencari sosok pemuda teguh iman yang pernah ditemuinya itu. Namun usaha yang dilakukan Al-Malikah kandas. Abid mengetahui jika sang wanita pelacur mencari-cari dirinya. Karena ketakutannya kepada Allah, maka Abid selalu menghindar dan bersembunyi. Karena ketakutannya yang luar biasa kepada Tuhannya itu, hingga membuat Abid pingsan lalu meninggal. Kabar meninggalnya Abid ini rupanya sampai juga ke telinga Al-Malikah. Tentu saja kabar itu membuat Al-Malikah syok dan bersedih. Usahanya untuk dapat bersuamikan lelaki saleh harus kandas, sementara benih iman di hatinya baru saja tumbuh. Al-Malikah lalu bergegas ke rumah tempat disemayamkannya Abid untuk bertakziyah. Tekadnya sudah bulat, memperbaiki diri dan keimanannya. Karena tekadnya itu, Al-Malikah lalu berniat menikahi saudara Abid. Dalam pandangannya, jika ucapan dan perilaku Abid dapat mempengaruhi dirinya, apalagi terhadap saudaranya yang lebih dekat itu. Pastilah, menurut Al-Malikah, saudara Abid juga memiliki keteguhan iman yang tak kalah kokohnya dengan Abid. Ternyata saudara Abid menerima permintaan dari sang wanita paras cantik ini. Keduanya pun menikah, meskipun sebenarnya Al-Malikah tahu jika baik Abid maupun saudaranya adalah pemuda miskin. Bagi Al-Malikah yang sudah bertekad kuat, hal itu bukan penghalang. Iman di hati yang telah disiram Abid kini menjadi kekayaannya yang baru. Karena kekayan iman baginya lebih besar dari sekadar kekayaan duniawi. Al-Malikah lalu hidup berbahagia dengan lelaki saleh, saudara Abid. Dikabarkan, Al-Malikah menjadi salah satu perempuan bani Israil calon penghuni surga. (dari berbagai sumber) (rmd/rmd) Sumber : Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/21/075456/1971114/630/al-malikah-kisah-pelacur-yang-menjadi-ahli-surga

Keajaiban Basmallah

Minggu, 22/07/2012 06:39 WIB Ramdhan Muhaimin - detikRamadan Jakarta - Sebuah kisah menceritakan hidup seorang perempuan tua dengan suaminya. Perempuan tua itu taat beragama, sedangkan suaminya seorang yang fasik dan tidak mau mengerjakan kewajiban agama, apalagi enggan berbuat kebaikan. Sebuah kebiasaan terpuji dilakukan perempuan ini. Dia senantiasa membaca basmalah setiap kali melakukan sesuatu. Namun kebiasaan baik ini malah tidak disukai sang suami. Suaminya merasa kesal dengan sikap istrinya bahkan sering memperolok-oloknya. "Sebentar-sebentar bismillah, seperti tidak ada ucapan lain saja" ejek suaminya. Istrinya bergeming. Dia hanya berdoa kepada Allah Subhanahu Wata'ala agar memberikan hidayah bagi suaminya. Suatu hari suaminya berkata, "Suatu saat, kau akan kecewa dengan bacaan-bacaanmu itu!". Rupanya sang suami mempunyai ide jahat. Dia ingin menmperdayakan istrinya dengan memberi uang banyak, lalu akan diambilnya kembali secara diam-diam. Tidak lain, sang suami ini ingin mencelakai istrinya. "Simpanlah uang ini, jangan sampai hilang apalagi berkurang!" perintahnya. Istrinya mengambil uang itu, dan menyimpannya di tempat yang paling aman dan rahasia. Namun hal itu diketahui sang suami. Diam-diam, suatu saat si suami mengambil yang disimpan istrinya, dan membuangnya dalam sebuah tong di belakang rumah. Setelah beberapa hari, suami memanggil istrinya dan bertanya, "Mana uang yang aku berikan dahulu? Kini aku membutuhkannya!" pinta suami. Kemudian sang istri pergi ketempat penyimpanan uang itu, si suami pun mengikutinya dari belakang. Dengan berhati-hati ia menghampiri tempat penyimpanan uang, dan mulai membukanya seraya mengucap basmalah, "Bismillahirahmanirrahim..." Di luar dugaan, sebuah mukjizat terjadi. Allah Mahat Tahu dan tidak pernah tidur. Saat itulah Allah mengutus Malaikat JIbril untuk mengembalikan uang suaminya ke tempat semula. Sehingga perempuan tua yang taat beribadah itu bisa mengembalikan uang kepada suaminya. Alangkah terkejutnya sang suami menyaksikan uangnya masih utuh, padahal ia telah mengambilnya. Diapun merasa bersalah dan mengakui segala perbuatannya kepada sang istri. Saat itu juga ia bertobat dan berjanji akan segera mengerjakan semua perintah agama, termasuk membaca basmalah setiap sebelum melakukan sesuatu. (rmd/rmd) Sumber : Buku 100 Kisah islami pilihan untuk Anak Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/22/063901/1971431/630/keajaiban-basmallah

Translate