Kamis, 19/07/2012 16:23 WIB
Abdul Rochim - detikRamadan
Jakarta - Iyas bin Muawiyah adalah sosok hakim yang sangat cerdas, adil, bijak dan lihai. Kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan, terutama sengketa perdata, sangat cerdik, tepat dan akurat.
Suatu ketika, ada dua orang yang sedang bersengketa. Kedua-duanya adalah pengusaha. Pihak pelapor mengatakan, "Pak Hakim, saya pernah menitipkan uang kepada kawan saya ini. Sayang, waktu saya meminta uang titipan saya, ia mengingkari. Ia tidak mengaku bahwa saya pernah menitipkan sesuatu kepadanya. Bagaimana ini?"
"Tidak benar, Pak Hakim." bantah lelaki ke dua. "Ia sama sekali tidak pernah menitipkan sesuatu kepada saya. "Seandainya ia memiliki bukti, silakan ia menghadirkan bukti itu. Sedangkan saya, dalam urusan ini, tidak ada yang harus saya lakukan kecuali bersumpah tidak menerima itu."
"Saudaraku," ucap Iyas kepada orang yang mengajukan tuduhan, "dimana Anda berikan uang tersebut kepadanya?"
Lelaki itu pun menjelaskan kepada Iyas lokasi dirinya menyerahkan uang.
"Adakah sesuatu di tempat tersebut?", tanya Iyas.
"Ya, di sana ada sebatang pohon besar. Waktu itu, kita duduk-duduk di sana. Kita makan-makan di bawah pohon itu. Begitu saya akan beranjak pergi, saya menitipkan uang padanya," terang si lelaki pertama itu.
"Apakah Anda tahu tempat itu?" tanya Iyas kepada pihak tertuntut.
"Wah, saya tidak tahu tempat itu, Pak Hakim!" ucap si lelaki kedua.
"Baiklah kalau begitu, sekarang Anda coba pergi ke sana. Barangkali Anda lupa, sehingga bila Anda pergi ke sana, Anda akan mengingat kembali tempat Anda menaruh uang dan apa yang Anda lakukan waktu itu," ujar Iyas.
Seketika itu, lelaki pertama berangkat menuju lokasi dirinya menyerahkan uang kepada temannya itu. Perasaannya gundah. Ia setengah tidak terima dengan keputusan hakim itu. Di sisi lain, orang yang tertuduh itu merasa senang. Ia yakin dirinya akan mendapatkan keputusan tidak bersalah.
"Saudaraku, Anda silakan tunggu disini. Kita tunggu kawan kita ini datang kembali. Barangkali ia datang membawa uang tersebut, dengan begitu kamu bisa bebas," kata Iyas kepada lelaki tertuduh.
Setelah itu Iyas melanjutkan sidang yang lainnya. Ia terus mengadili satu perkara demi perkara yang lain. Sesekali ia melirik orang yang dipersilakan menunggu tadi.
"Menurutmu, dia sudah sampai ke pohon tempat Anda menerima uang itu?" tanya Iyas tiba-tiba kepada yang dituduh itu.
"Belum. Pasti belum. Jaraknya sangat jauh," jawab si lelaki kedua.
"Hei, ini artinya Anda berbohong. Anda katakan tidak tahu (tempatnya), tapi ternyata tahu. Ini artinya, kamu benar-benar melakukan penggelapan uang itu!" bentak Iyas tiba-tiba.
Seketika itu keringat dingin membasahi tubuh lelaki tertuduh. Ia tidak bisa berkilah. Semua telah terbuka. "Maafkan saya, Pak!” katanya memelas, "Saya memang melakukannya,"
Waktu yang dinanti telah tiba. Lelaki yang mengajukan tuntutan itu telah kembali. "Bagaimana saudaraku, sudah ketemu?" tanya Iyas.
"Saya sudah mencari-carinya. Juga mengingat-ngingatnya. Tidak ada yang saya ingat melainkan saya telah menyerahkan kepala lelaki ini,"jawab lelaki itu. Ia terlihat begitu kelelahan.
"Tenang saudaraku, semua sudah beres. Ia telah mengaku kalau ia yang menggelapkan hartamu," tutur Iyas.
Akhirnya, pihak penuntut itu bisa mendapatkan kembali uangnya. Sementara kawannya, harus menerima resiko kecerobohannya. Ia menerima hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.
(rmd/rmd)
Sumber :
Detik.com - http://ramadan.detik.com/read/2012/07/19/162313/1969754/630/hakim-cerdik-iyas-bin-muawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar